Sabtu, 30 November 2013

Contoh Review Jurnal...

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Hai semuanya, alhamdulillah hari ini masih diberi kesehatan dan kesempatan untuk kembali meng-update lagi blog sederhana ini. Semoga bisa memberi manfaat bagi teman-teman yang sempatmembacanya. Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada junjungan kita, Muhammad saw.  dan keluarganya. Aamiin,,,
Berikut adalah contoh review jurnal sederhana. Humm... Mereview jurnal sebenarnya adalah suatu kegiatan yang gampang-gampang susah. Mengapa? Karena dalam mereview jurnal kita harus menghadirkan sebuah analisis krisis. Hal inilah yang membedakannya dengan kegiatan meringkas. Meringkas hanya mengambil inti sari dari sebuah tulisan saja. Nah, agar lebih mudah untuk mereview jurnal, banyak hal yang bisa dijadikan rujukan. Salah satunya adalah contoh berikut. Contoh berikut sesuai dengan format mereview yang disodorkan oleh dosen saya. Cukup memudahkan sih sebenarnya dengan model ini, yang penting jurnal yang akan direview sudah dibaca dan dipahami dengan baik. Apalagi untuk jurnal yang berbahasa Inggris, butuh kerja keras dua kali lipat. Ya, baiklah. Langsung dilihat saja ya!

 REVIEW JURNAL
“Ethnic Identity and Personal Well-Being of People of Color:
A Meta-Analysis
Karya: Timothy B. Smith and Lynda Silva
Brigham Young University”

Identitas
Jurnal yang direview adalah sebuah jurnal psikologi konseling (Journal of Counseling psychology) yang ditulis oleh  Timothy B. Smith and Linda Silva dari Brigham Young University. Jurnal yang berjudul “Ethnic Identity And Personal Well-Being of    People of Colours: A Meta Analysis” ini diterbitkan pada tahun 2011 dengan volume 58, No. 1, rentang halaman 42-60. @2010 American psychology Association 0022-0167/10/ DOI: 10.1037/a0021528.

Abstrak
Jurnal ini ditulis dengan tujuan untuk meneliti hubungan antara konstruk identitas etnis dan kesejahteraan hidup pribadi antara orang kulit berwarna di Amerika Utara. Metode         yang digunakan adalah metode kuantitatif dengan model efek acak yang menyimpulkan sebuah hasil penelitian. Dari 184 sampel penelitian yang menunjukan hubungan yang sederhana antara dua konstruksi. Hubungan itu agak kuat di kalangan remaja dan dewasa muda jika dibandingkan dengan orang dewasa di atas 40 tahun. Penelitian yang mengaitkan identitas etnis dengan harga diri dan kesejahteraan hidup positif ini menghasilkan dampak dengan rata-rata dua kali lipat ukurannya lebih besar dari penelitian  yang menghubungkan identitas etnis dengan tekanan pribadi atau gejala kesehatan mental. Kata kunci yang digunakan : identitas etnis, kesehatan mental, kesejahteraan, meta-analisis.

Sebuah Puisi dari Cerita Rakyat Muna...

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
Hai semua, semoga selalu dalam lindungan dan penjagaan Allah swt. pada kita semua. Senantiasa dirahmati kesehatan dan rezeki serta akal yang baik. Amiin. salawat dan salam semoga tersampaikan kepada nabi kita, Muhammad saw.
Hai hai haiii... jumpa lagi!
Kali ini dengan bentuk dan nuansa yang berbeda. Biasanya puisi-puisi yang saya hadirkan untuk menghias blog ini adalah puisi-puisi yang saya alami sendiri atau dari cerita teman, tapi kali ini puisiku muncul dari sebuah cerita rakyat loh. Ya, cerita rakyat. Ternyata cerita rakyat bisa juga dibuat menjadi sebuah puisi yang menarik dengan tidak menghindarkan unsur ceritanya. Memang ya, namanya juga kebudayaan, cerita rakyat sekarang ini harus terus dilestarikan dengan cara apapun. Ingat, jangan sampai punah tuh warisan nenek moyang kita. Ok
Simak ya puisi yang saya ambil ide ceritanya dari cerita rakyat masyarakat Muna daerah Sulawesi Tenggara. yang judul aslinya itu "Asal Mula Pohon Enau" cerita ini saya ambil dari buku "Kumpulan Cerita Rakyat

Percakapan Logika...

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Alhamdulillah untuk segala kesempatan yang diberikan oleh Allah padaku hari ini karena tanpa kehendaknya, saya tak mungkin dapat mempostingkan tulisan ini. Semoga teman-teman senantiasa diberi kesempatan dan kesehatan untuk membaca postingan kali ini. Ya, baiklah. 
Selamat membaca!

 ""
Mungkin tak sedikit orang  yang akan bercerita tentang bulan yang berganti
Mengganti nama hari semau hati mereka
Membuka baterai jam mereka dan mengatur jarumnya pada angka tertentu yang akan selalu sama
Aku malah mematok kebisuan untuk diam

Kamis, 28 November 2013

Reuni...

Assalamu'alaikum...
Apa kabar teman-teman semua? semoga sehat dan dalam lindungangan Allah swt. aamin.
kali ini saya ingin mempostingkan sebuah puisi yang bercerita tentang sebuah pertemuan yang telah lama/ reunian. Yap, reuni merupakan hal yang sangat dinanti-nanti. Banyak hal yang ingin dicurahkan kepada teman lama. walaupun teknologi sekarang semakin canggih, akan tetapi pelukan dan canda yang hangat juga sangat dirindukan tentunya dan dengan reunianlah semuanya akan tertuangkan dengan sempurna. hikss,,, jadi kangen sama teman-teman angkatan '08 di mana pun kalian berada, yang mengenal saya tentunya hehehe
baiklah... simak ya!

Rabu, 27 November 2013

Sabar...


Assalamu’alaikum Wr. Wb.
Apa kabar teman-teman? Semoga selalu berada dalam lindungan Allah swt., dalam kondisi badan yang sehat, pikiran yang jernih, dan hati yang senantiasa ikhlas, sebagaimana saya yang berada dalam kondisi tersebut saat ini. Suatu kesyukuran yang luar biasa ketika saya kembali dapat mempostingkan tulisan sederhana ini sebagai penghilang rasa bosan saat membacanya di kala senggang. Alhamdulillah.  Salawat dan salam semoga selalu tercurah kepada nabi kita, Muhammad saw. dan keluarganya. Aamiin..
Kali ini, insya Allah saya akan berbagi tentang sabar. Baik. Semuanya berawal dari kisah saya pribadi. Simak ya! Hehehh....

Suatu hari di ruangan perkuliahan. Saat itu saya duduk di bangku terdepan dan persis berhadapan dengan dosen saya. Dalam perkuliahan tersebut dosen saya membahas masalah world view alias pandangan hidup. Materi ini adalah pembahasan kali kedua. Namanya juga pelajaran filsafat, ya ini mata kuliah Filsafat Ilmu, mata kuliah yang tidak terlalu saya sukai. Wal hasil, saya mengantuk dan nyaris tertidur. Nah, mungkin dosen saya melihat itu, akhirnya sederet pertanyaan ditujukan ke saya. Pertanyaannya sangat sederhana, tapi sederhana pula saya menjawabnya, “Maaf, saya tidak tahu pak.” Dosen saya malah tersenyum dan kembali bertanya, dan cepat saya jawab kembali dengan jawaban yang sama.  Loh?

Kamis, 21 November 2013

Tentang Iman

Assalamu'alaikum Wr. Wb.
hai teman smua kali ini aku mempostingan tugas kuliah yang kemarin (10 november 2013) diperdebatkan dalam ruang perkuliahan dan dilanjutkan di dunia maya. semoga bisa bermanfaat. but, maaf alasannya tdk dpt menampilkan tulisan alqurannya hehehe... selamat mebaca!

IMAN PADA QADHA QADAR DAN NASIB MASA DEPAN
Oleh
Betwan
betwan.betty@ymail.com
Pendahuluan
            Iman kepada qadha dan qadar atau yang kebanyakan orang mengenalnya dengan istilah takdir, selalu menjadi perdebatan publik. Tak sedikit perdebatan ataupun pertanyaan-pertanyaan yang muncul saat masalah ini diangkat dalam suatu diskusi. Bagi umat Islam, takdir merupakan bagian dari aqidah karena hal ini berhubungan dengan iman pada qadha dan qadar yang merupakan kata yang berasal dari qadar (ukuran). Pemahaman akan takdir ini menentukan arah dan sikap seorang muslim terhadap berbagai hal yang terjadi selama hidupnya.
            Beriman kepada qadha dan qadar Allah  adalah rukun keenam dalam rukun iman. Sebagaimana tersebut dalam jawaban Rasulullah ketika ditanya oleh Jibril As. tentang iman, beliau bersabda, yang artinya: “Engkau beriman kepada Allah , para malaikat-Nya, kitab-kitab-Nya, hari akhir, dan engkau beriman kepada qadar-Nya, yang baik maupun yang buruk.” (HR. Al-Bukhari 1/19-20, dan Muslim 1/37)[1]
            Makna beriman kepada qadar ialah membenarkan dengan sesungguhnya bahwa yang terjadi, baik dan buruk,  itu adalah atas qadha dan qadar Allah . Seperti firman-Nya,
Artiya: Setiap bencana yang menimpa di bumi dan yang menimpa dirimu sendiri, semuanya telah tertulis dalam kitab (lauh mahfuz) sebelum kami mewujudkannya. Sungguh yang demikian itu mudah bagi Allah.”(Q.S. Al-Hadid: 22)[2]
Ayat di atas menjelaskan bahwa manusia sebelum diciptakan, Allah  telah menentukan ketetapan-ketetapan bagi makhluk-Nya dalam  lauh mahfudz. Segala yang terjadi pada alam dan manusia, yang baik maupun yang buruk, semua itu sudah ditakdirkan oleh Allah . Tugas manusia adalah berusaha dan berikhtiar atas usahanya.
Hal ini juga diperjelas dengan hadits shahih dari hadits arba’in an nawawiah bagian keempat tentang siklus penciptaan manusia dan misteri nasib bahwa,
Dari Abu Abdurrahman Abdullah bin Mas’ud ra. mengatakan, Rasulullah , beliau adalah sosok yang jujur dalam menyampaikan berita, beliau menceritakan kepada kami, “Masing-masing kalian dikumpulkan penciptaannya di perut ibunya selama 40 hari sebagai segumpal mani,kemudian menjadi segumpal darah selama itu pula, kemudian menjadi segumpal daging selama itu pula, kemudian malaikat diutus padanya dan ia ditiupkan roh, dan ia diperintahkan perihal empat, untuk menulis rezekinya, ajalnya, amalnya, dan sengsara ataukah bahagia. Demi zat yang tiada sesembahan yang lain selain Dia, sungguh salah seorang di antara kalian ada yang tercatat mengamalkan amalan penghuni surga, sehingga tidak ada jarak antara dia dan surga melainkan hanya sehasta. Lantas takdir mendahuluinya sehingga ia mengamalkan amalan penghuni neraka dan ia memasukinya. Dan sungguh di antara kalian ada yang melakukan amalan penghuni neraka hingga tak ada jarak antara dirinya dan neraka melainkan hanya sehasta. Lantas takdir mendahuluinya dan ia pun mengamalkan amalan penghuni surga dan ia memasukinya.” (Bukhari 3208 dan Muslim 2643)[3]

Sejak dalam rahim ibu, manusia telah dituliskan empat hal akan nasibnya, yakni rezeki, ajal, amal, dan bahgia ataukah sengsara. Hal itu sudah dituliskan oleh Allah  , manusia tinggal mengontrolnya, mengemudikannya ke arah yang sesuai dengan akal dan ilmunya. Surga dan neraka dalam hal ini adalah pilihan manusia itu sendiri sebagai hamba Allah .
Dengan meyakini qadha dan qadar Allah , lantas apakah kita harus pasrah begitu saja? Pasrah bahwa semua nasib dan perbuatan manusia telah ditentukan oleh Allah . Tidakkah kita berpikir tentang siapakah yang menakdirkan manusia itu? Siapa yang tau bahwa kita manjadi petani, pedagang, bahkan penjahat, siapa jodoh kitabagaimana rezki kita, dan lain sebagainya? Tidak ada seorang pun yang tau. Untuk itu alangkah naifnya kalau kita pasrah begitu saja. Pasrah berarti menunggu takdir, sedangkan takdir itu tidak kita ketahui. Sikap hidup ialah mencari takdirartinya berusaha dengan sekuat tenaga melalui berbagai cara yang ditunjukkan Allah  untuk menentukan nasib kita sendiri (dengan berikhtiar). Sebagaimana Allah  berfirman,

Artinya:
 “Bagi manusia ada malaikat-malaikat yang selalu mengikutinya bergiliran, di muka dan di belakangnya, mereka menjaganya atas perintah AllahSesungguhnya Allah  tidak akan mengubah keadaan suatu kaum sebelum mereka mengubah keadaan mereka sendiri dan apabila Allah menghendaki keburukan terhadap suatu kaum, maka tidak dapat yang menolaknya dan tidak ada pelindung bagi mereka selain Dia.”(Q.S. Ar-Ra’du:11)[4]
Banyak kasus di masyarakat yang unik tentang takdir, kadang membuat sebagian orang memilih untuk menunggu takdir dibandingkan berusaha untuk memaksimalkan dalam kebaikan takdir tersebut. Misalnya, Kasus kecelakaan mobil atau motor karena ban pecah, tabrakan, rem blong, terkadang sipenderita kasus tersebut akan berkata, “Mungkin sudah takdirnya.” Padahal itu semua mengikuti aturannya. Ban pecah, bisa terjadi karena tertusuk paku atau tekanan udaranya kurang atau umur bannya sudah tua. Jadi, bukan Allah yang memecahkannya, aturan Allah lah yang membuat hal itu terjadi. Kasus kecelakaan lainnya, seperti tabrakan kereta api, pesawat jatuh, kapal tenggelam, semuanya pasti ada sebabnya, dan biasanya karena adanya sunnatullah yang dilanggar. Tapi dari itu, kita seolah-olah ditegur oleh Allah agar melakukan segala sesuatu sesuai dengan aturan dan ukuran yang telah ditetapkan.
Dalam urusan rezeki, Islam memerintahkan untuk bekerja keras. Ingin kaya, ya bekerja keras. Ingin urusan rezeki lancar, carilah jalan masuknya rezeki yang baik. Karena, biasanya, urusan rezeki ini berbanding lurus dengan besarnya usaha apa yang dikerjakan dan pada siapa kita bekerja. Harus disesuaikan tujuan dan rencana awal saat melangkah agar hasilnya jadi maksimal. Kalau misalkan sampai saatnya mati belum juga kaya, setidaknya kita sudah berusaha untuk mencari kualitas hidup yang lebih baik. Meksipun ada juga kasus-kasus datangnya rezeki dari arah yang “tidak bisa diduga”, tapi biasanya, hal tersebut juga terjadi dari usaha yang kita lakukan sebelumnya. Misalnya, kita sering menolong orang lain, atau berbuat baik kepada orang lain. Sebagai rasa terima kasih, orang yang ditolong tersebut memberikan uang atau rezeki lainnya kepada kita. Itu pun, pada dasarnya, akibat usaha kita juga.
Terakhir, untuk urusan jodoh, memang “sepenuhnya” karena keputusan Allah. Biasanya, untuk kasus jodoh ini, campur tangan Allah dirasakan sangat besar. Karena, kadang, sebesar apa pun usaha yang kita lakukan, kalau memang orang yang kita incar tidak suka, kita tidak bisa berbuat apa-apa. Karena, urusan hati ini, hanya Allah saja yang bisa membolak-balikkannya, tentu saja dengan caraNya yang terkadang tidak bisa kita mengerti. Tapi, tetap saja, orang-orang yang berikhtiar lebih keras, cenderung lebih cepat mendapatkan jodohnya daripada orang-orang yang menunggu datangnya jodoh. Karenanya, kita pun harus introspeksi diri, seberapa besar usaha kita untuk mendapatkan jodoh tersebut. Atas dasar inilah sehingga penulis tertarik untuk mengambil sebuah judul “Iman pada Qadha Qadar dan Nasib Masa Depan” untuk dibahas dalam makalah ini.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, masalah yang akan diangkat dalam makalah ini adalah:
1.      Bagaimanakah hakikat iman pada qadha dan qadar?
2.      Apakah beriman kepada qadha dan qadar termasuk rukun iman?
3.      Bagaimanakah keimanan tersebut jika dikaitkan dengan kehidupan masa depan?

Minggu, 10 November 2013

Hidup adalah pilihan...

Assalamu’alaikum Wr. Wb.
            “Kenapa sih sampai sekarang, aku belum bisa bahagia? Kenapa sih sampai sekarang aku belum bisa kaya? Kenapa sih sekarang aku belum juga dapat jodoh?” Ya, itulah beberapa conntoh pertanyaan yang selalu menganggap dirinya tidak bisa. Padahal, bahagia itu sederhana sja koq. Semua hal bisa menjadikan kita bahagia asalkan kita selalu memandangnya sebagai sesuatu yang membahagiakan. Kaya juga gampang yang penting kita mau bekerja keras dan mampu melihat peluang, kita bisa kaya. Apalagi jodoh, dia tidak mungkin datang begitu saja tanpa dicari, usaha dong. Tapi jangan lupa harus diiringi dengan doa, sabar, dan ikhtiar.
Hidup adalah pilihan. Ya, itu adalah kalimat yang bisa mengembalikan kita pada sifat pesimis dengan jalan yang sudah kita tempuh. Mengapa? Karena tak jarang dari kita selalu menghujat takdir yang kita terima. Padahal, siapa sih yang memulainya? Siapa sih yang memilihnya? Kita sendiri bukan? Nah, jika jawabannya sudah dikantongi, kita tak perlu menyesali semua yang sudah terjadi itu. Cukup degan berdoa dan berusaha untuk memperbaikinya, insya Allah jalan masih banyak terbentang buat yang ingin berubah. Jadi, tidak perlu menyesali diri. Berubahlah.. karena Alquran mengatakanan,