ASURANSI DAN PENGGADAIAN
Oleh: Betwan
Asuransi dan penggadaian adalah istilah yang sudah umum di masyarakat. Terutama
bagi masyarakat yang bergelut di bidang ekonomi atau masyarakat umum yang
membutuhkan jasa tersebut. Bagi mereka yang membutuhkan dana cepat, Pegadaian bisa
menjadi alternatif solusi. Persis seperti slogan Pegadaian “Mengatasi masalah
tanpa masalah”. Bagi mereka yang mengarapkan kenyamanan hidup di masa depan/
masa tua, mereka memilih asuransi sebagai solusinya. Agar kita bisa lebih paham
lagi dari dua istilah ini, berikut akan diuraikan secara singkat baik yang
konvensional maupun yang syariah.
a.
Asuransi
Asuransi (konvensional) adalah
istilah yang digunakan untuk merujuk pada tindakan, sistem, atau bisnis. Di mana perlindungan finansial (atau ganti rugi secara
finansial) untuk jiwa, properti, kesehatan, dan lain
sebagainya.
Atau mendapatkan penggantian dari
kejadian-kejadian yang tak terduga yang dapat terjadi seperti kematian, kehilangan,
kerusakan atau sakit yang melibatkan pembayaran premi
secara teratur dalam jangka waktu tertentu sebagai ganti polis yang menjamin
perlindungan tersebut.
Asuransi Syariah (Ta’min, Takaful atau Tadhamun) adalah usaha
saling melindungi dan tolong menolong diantara sejumlah orang/ pihak melalui
investasi dalam bentuk aset dan / atau tabarru’ yang memberikan pola pengembalian untuk
menghadapi resiko tertentu melalui akad (perikatan) yang sesuai dengan syariah. Akad yang sesuai dengan syariah
adalah yang tidak mengandung gharar (penipuan), maysir (perjudian), riba, dzulm
(penganiayaan), risywah (suap), barang haram, dan maksiat melalui akad
(perikatan) yang sesuai dengan syariah (
Dewan Syariah Nasional).
Asuransi syariah dengan
perjanjian di awal yang jelas dan transparan serta aqad yang sesuai syariah,
dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana
tabarru’) akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah
melalui investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah. Dan pada akhirnya
semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru’) nantinya akan dipergunakan
untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah/bencana/klaim yang
terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syari’ah, kita
mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip
transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk
berasuransi syari’ah.
Asuransi
yang selama ini digunakan oleh mayoritas masyarakat (konvensional) bukan
merupakan asuransi yang dikenal oleh para pendahulu dari kalangan ahli fiqh,
karena tidak termasuk transaksi yang dikenal oleh fiqh Islam dan tidak pula
dari kalangan para sahabat yang membahas hukumnya. Sehingga terjadi perbedaan
pendapat ulama tentang asuransi non syariah (konvensional) yang disebabkan oleh
perbedaan ilmu dan ijtihad mereka. Alasannya antara lain :
1. Pada transaksi asuransi konvensional terdapat jahalah (ketidaktahuan)
dan ghoror(ketidakpastian),
dimana tidak diketahui siapa yang akan mendapatkan keuntungan atau kerugian
pada saat berakhirnya periode asuransi.
2. Di dalamnya terdapat riba atau
syubhat riba. Hal ini akan lebih jelas dalam asuransi jiwa, dimana seseorang
yang membeli polis asuransi membayar sejumlah kecil dana/premi dengan harapan
mendapatkan uang yang lebih banyak dimasa yang akan datang, namun bisa saja dia
tidak mendapatkannya. Jadi pada hakekatnya transaksi ini adalah tukar menukar
uang, dan dengan adanya tambahan dari uang yang dibayarkan, maka ini jelas
mengandung unsur riba, baik riba fadl dan riba nasi’ah.
3. Asuransi ini termasuk jenis perjudian (maysir),
karena salah satu pihak membayar sedikit harta untuk mendapatkan harta yang
lebih banyak dengan cara untung-untungan atau tanpa pekerjaan. Jika terjadi
kecelakaan ia berhak mendapatkan semua harta yang dijanjikan, tapi jika tidak
maka ia tidak akan mendapatkan apapun.
Melihat ketiga hal di atas,
dapat dikatakan bahwa transaksi dalam asuransi konvensional yang selama ini
kita kenal, belum sesuai dengan transaksi yang dikenal dalam fiqh Islam.
Asuransi syari’ah dengan prinsip ta’awunnya, dapat diterima oleh masyarakat dan
berkembang cukup pesat pada beberapa tahun terakhir ini.
Ada beberapa perbedaan
mendasar antara asuransi syariah dengan asuransi konvensional. Perbedaan
tersebut adalah:
1. Asuransi syari’ah memiliki Dewan Pengawas Syariah (DPS) dari MUI
yang bertugas mengawasi produk yang dipasarkan dan pengelolaan investasi
dananya. Dewan Pengawas Syariah ini tidak ditemukan dalam asuransi
konvensional.
2. Akad yang dilaksanakan pada asuransi syari’ah berdasarkan tolong
menolong. Sedangkan asuransi konvensional berdasarkan jual beli.
3. Investasi dana pada asuransi syari’ah berdasarkan Wakallah bil
Ujrah dan terbebas dari Riba. Sedangkan pada asuransi konvensional memakai
bunga (riba) sebagai bagian penempatan investasinya.
4. Kepemilikan dana pada asuransi syari’ah merupakan hak peserta.
Perusahaan hanya sebagai pemegang amanah untuk mengelolanya. Pada asuransi
konvensional, dana yang terkumpul dari nasabah (premi) menjadi milik
perusahaan. Sehingga, perusahaan bebas menentukan alokasi investasinya.
5. Pembayaran klaim pada asuransi syari’ah diambil dari dana tabarru’ (dana
kebajikan) seluruh peserta yang sejak awal telah diikhlaskan bahwa ada
penyisihan dana yang akan dipakai sebagai dana tolong menolong di antara
peserta bila terjadi musibah. Sedangkan pada asuransi konvensional pembayaran
klaim diambilkan dari rekening dana perusahaan.
6. Pembagian keuntungan pada asuransi syari’ah dibagi antara
perusahaan dengan peserta sesuai prinsip bagi hasil dengan proporsi yang telah
ditentukan. Sedangkan pada asuransi konvensional seluruh keuntungan menjadi hak
milik perusahaan.
b. Penggadaian
Pegadaian
adalah salah satu lembaga keuangan bukan bank di Indonesia yang mempunyai
aktifitas pembiayaan kebutuhan masyarakat, baik bersifat produktif maupun
konsumtif, dengan menggunakan hukum gadai. Pada dasarnya transaksi pembiayaan
yang dilakukan oleh pegadaiam sama dengan prinsip peinjaman melalui lembaga
perbankan, namun yang membedakannya adalah dasar hukum yang digunakan yaitu
hukum gadai. Gadai
adalah suatu hak yang diperoleh pihak
yang mempunyai piutang atas suatu barang bergerak. Barang bergerak tersebut
diserahkan oleh pihak yang berutang kepada pihak yang berpiutang (KUHP pasal
1150). Pihak yang berutang memberikan kekuasaan kepada pihak yang mempunyai piutang
untuk memiliki barang yang bergerak tersebut apabila pihak yang berutang tidak
dapat melunasi kewajibannya pada saat berakhirnya waktu pinjaman.
Pegadaian
Syariah adalah proses penyerahan barang melalui akad rahn, nasabah menyerahkan
barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang
telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan
adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan,
biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan
bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak.Perbedaan yang cukup mendasar
dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan pegadaian
konvensional, yaitu:
1.
Di Pegadaian konvensional,
tambahan yang harus dibayar oleh nasabah yang disebut sebagai sewa modal,
dihitung dari nilai pinjaman.
2.
Pegadaian konvensional
hanya melakukan satu akad perjanjian : hutang piutang dengan jaminan barang
bergerak yang jika ditinjau dari aspek hukum konvensional, keberadaan barang
jaminan dalam gadai bersifat acessoir, sehingga Pegadaian konvensional bisa tidak
melakukan penahanan barang jaminan atau dengan kata lain melakukan praktik
fidusia. Berbeda dengan Pegadaian syariah yang mensyaratkan secara mutlak
keberadaan barang jaminan untuk membenarkan penarikan bea jasa simpan.
ASURANSI DAN PENGGADAIAN
Oleh: Betwan
Asuransi syariah dengan
perjanjian di awal yang jelas dan transparan serta aqad yang sesuai syariah,
dimana dana-dana dan premi asuransi yang terkumpul (disebut juga dengan dana
tabarru’) akan dikelola secara profesional oleh perusahaan asuransi syariah
melalui investasi syar’i dengan berlandaskan prinsip syariah. Dan pada akhirnya
semua dana yang dikelola tersebut (dana tabarru’) nantinya akan dipergunakan
untuk menghadapi dan mengantisipasi terjadinya musibah/bencana/klaim yang
terjadi diantara peserta asuransi. Melalui asuransi syari’ah, kita
mempersiapkan diri secara finansial dengan tetap mempertahankan prinsip-prinsip
transaksi yang sesuai dengan fiqh Islam. Jadi tidak ada keraguan untuk
berasuransi syari’ah.
Pegadaian
Syariah adalah proses penyerahan barang melalui akad rahn, nasabah menyerahkan
barang bergerak dan kemudian Pegadaian menyimpan dan merawatnya di tempat yang
telah disediakan oleh Pegadaian. Akibat yang timbul dari proses penyimpanan
adalah timbulnya biaya-biaya yang meliputi nilai investasi tempat penyimpanan,
biaya perawatan dan keseluruhan proses kegiatannya. Atas dasar ini dibenarkan
bagi Pegadaian mengenakan biaya sewa kepada nasabah sesuai jumlah yang
disepakati oleh kedua belah pihak.Perbedaan yang cukup mendasar
dari teknik transaksi Pegadaian Syariah dibandingkan dengan pegadaian
konvensional, yaitu:
maaf ya,,, bukan PENGGADAIAN melainkan PEGADAIAN. Ok!
BalasHapus